Minggu, 25 September 2011

Ikhtiar

Kesungguhan manusia dalam ikhtiar (jiddiyyah) memang selalu meminta pengorbanan (tadhiyah) yang sungguh-sungguh pula. kesungguhan ikhtiar adalah pintu gerbang manusia dalam menapaki kehidupan di dunia ini berikut segala kesulitan dan segala hal yang terjadi selama manusia hidup sampai menuju liang lahat. kesungguhan ikhtiar ini bukanlah harga langit yang manusia tidak bisa melakukannya, bukan pula hal ghaib dimana manusia tidak mampu menggapainya, bukan pula sebuah fatamorgana maya artifisial, akan tetapi kita (semua) bisa menggapai ikhitar kita dan keinginan kita, dengan semampu kita, karena diluar kemampuan kita (yang paling maksimal) bukanlah wilayah ikhtiar kita dan kita tidak berkewajiban untuk memaksakan itu, namun taqdir Allah tidak pernah mendahului ikhtiar yang sungguh-sungguh dan berterus menerus (istimrariyyah) baik berat maupun ringan, karena itu lebih baik bagi kita dan lebih utama daripada sekedar menengadahkan tangan ke langit atau mengemis kepada manusia saja.. "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS.At taubah:41), "Laa yukallifullohu illaa wus'aha, laha maktasabat wa'alaiha maktasabat" (Allah tidak membebani sesuatu hal lebih dari apa yang bisa kita menanggungnya).

Jika kita sadar akan tujuan hidup kita, untuk beribadah, menjadi khalifah (pengelola bumi, pemelihara sesama) maka manusia hendaklah menjadi raja bagi dirinya sendiri dengan mengatur segala perbuatannya dan berpikir jauh kedepan mengenai segala dampak dari perbuatannya, karena kelak ia akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah swt.. Maka, menyempurnakan usaha (ikhtiar) adalah hal yang menjadi tanggungjawab kita karena memang merubah kehidupan kita melalui ikhtiar adalah hal yang lebih kita fahami secara akal, lebih menenangkan secara bathin, disamping kekuatan do'a tentunya, dan tawakal serta izin Allah swt tentunya. "Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. (QS. as-Shaffat: 96).. Dalam beberapa ayat Allah menegaskan, bahwa sejatinya taqdir Allah mengikuti seberapa optimal ikhtiar manusia, sebagaimana firman Allah swt ini:  "Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib satu kaum, kecuali dari kaum itu sendiri." (QS Arra'du: 11).

Tidak ada cita-cita dengan berdiam diri, tidak ada peruntungan tanpa usaha dan kesungguhan, tidak ada rejeki sekedar dengan berpangku tangan, "laysatin najah bis sukuuti" (tidak ada keberuntungan dengan berpangku tangan). Maka, bergerak dan terus berusaha adalah keniscayaan, karena masa ini adalah kepastian yang tidak bisa ditawar-tawar, sedangkan hari esok adalah sekedar mimpi dan cita-cita. Senantiasa berproses dan terus bergerak adalah lebih utama agar roda kehidupan senantiasa berputar dan seimbang.. Mereka yang tidak berusaha, tidak berikhtiar dengan kesungguhan, tidak memiliki mimpi dan cita-cita, tidak menyempurnakan paket-paket kehidupan dalam setiap perjalanan waktu hidupnya, hanyalah menambah masalah bagi mereka, hanya menambah sakit dan penyakit, kerugian demi kerugian, dan akibat yang buruk di akhir nanti. Ingatlah, bahwa hidup kita, tidak Allah ciptakan untuk kesia-siaan belaka! "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Al Imran; 191),  Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (At-taubah: 105).

Ingatlah, dan yakin, bahwa Allah senantiasa mewasiatkan dan selalu membimbing kita kepada jalan kebaikan, Ia senantiasa memberi petunjuk jalan dan memberikan penjelasan, Allah-lah yang lebih mengetahui tentang apa yang paling cocok dan paling kita butuhkan, meskipun pada artian yang berseberangan, meskipun pada hal yang menurut akal kita berlainan arti secara akal dan nalar, tetapi itu tetap yang terbaik menurut Allah swt, ''Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.'' (QS Al-Baqarah [2]: 216). “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”  (At-Takwir: 29). Dan segala hal dari usaha dan perbuatan kita, dari ibadah dan amal shaleh kita, atau dari dosa dan maksiat kita, segalanya (manfaat dan keburukannya) akan kembali kepada kita juga. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh maka pahalanya untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka dosanya atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Fushshilat 41: 46). “…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya.”  (Al-Kahfi: 110).

Disamping kita berhusnudzhan kepada Allah, membenarkan segala yang baik dan buruk itu adalah kehendak Allah (Qadha dan Qodar), dan meyakini bahwa apapun yang Allah kehendaki adalah untuk kemaslahatan, maka kitapun mesti meyakini dan membenarkan bahwa akan banyak ujian dan cobaan Allah yang Ia berikan ketika kita berproses dalam ikhtiar dan usaha kita itu, karena kita yakin pula, bahwa diantara ketentuan Allah yang tidak dapat kita ubah adalah adanya sebab akibat dalam amal perbuatan manusia, sebagaimana disampaikan Yusuf Qhardhawi, adanya sebab akibat itu adalah salah satu dari dari Qadha Allah swt sejak jaman azali, Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya”. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan/sebab-sebab (untuk mencapai) segala sesuatu, maka diapun menempuhi sebab-sebab itu. (Al Kahfi: 83-85).. Ust. Abdullah Nashih Ulwan, mejelaskan dua dimensi taqdir dari sudut pandang makhluk: taqdir yang musayyar (yang manusia tidak ada ikhtiar di dalamnya), dan taqdir yang mukhoyyar (yang hamba diharuskan berikhtiar dan disediakan balasan atas ikhtiarnya itu). Atas sifat kasih sayang Allah, Dia memberikan potensi dan sarana yang sifatnya musayyar (akal, petunjuk, peluang, fisik, dsb) yang dengan potensi itu hamba harus berikhtiar sehingga hadir ketentuan Allah yang terbaik untuk hamba-Nya. Dengan kata lain, usaha untuk memenuhi ketentuan sebab akibat itulah tempatnya ikhtiar, adapun atas hasilnya tentu sesuai dengan qadar Allah yang kemudian kita dituntut untuk bertawakal kepada-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”  (Al Hasyr:18)

Sang Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, menjelaskan, bahwa ikhtiar yang sebenarnya bukanlah meninggalkan pengaturan dengan hati dan jatuh diatas bumi sebagaimana daging yang tergeletak diatas tempat pemotongan daging, sebagaimana sangkaan orang bodoh pada umumnya dan mestilah ditegur karena berbuat seperti itu, ikhtiar yang sebenarnya adalah dengan bergerak, sebagaimana teguran Nabi saw kepada sahabatnya: Ketika itu ada yang menyatakan, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, ibadahku sudah meningkat, tak pernah lagi melakukan hubungan suami-isteri. Semua itu kulakukan demi untuk berkonsentrasi penuh terhadap cintaku kepadamu lebih dari cintaku kepada istri. Cintaku tak boleh lagi berbagi selain kepadamu.” Mendengar ini, Rasulullah setengah marah. Beliau pun berkata kepada orang itu, “Aku ini seorang rasul, tetapi juga mempunyai isteri dan anak. Haknya isteri ada pada kita, begitu juga haknya anak.” Kemudian ada lagi yang datang, lalu menyatakan, “Ya Rasulullah, aku berbahagia, karena aku tak pernah lagi tidur malam. Waktu sepenuhnya aku gunakan untuk salat, serta puasa sepanjang hari.” Mendengar ini, Rasulullah kemudian berkata, “Bukanlah begitu seharusnya, karena badan ini juga ada haknya.” Ikhtiar itu nampak pada gerak-gerik manusia dalam usaha, dalam kesungguhan, sehingga hasil yang dihasilkan adalah perbuatan yang profesional dan utama (itqanul 'amal), gerak gerik itu terutama dalam 4 hal mendasar, yakni dalam hal menarik kemanfaatan, memelihara kemanfaatan, menolak kemelaratan dan memotong kemelaratan.. Maka, wahai pemuncak ikhtiar, bertawakallah kepada Allah setelah ikhtiarmu lengkap dan sempurna!! sebagaimana sabdanya: Jika kamu bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sesungguhnya, niscaya Allah memberikan rezeki kepadamu sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung yang keluar dari sarangnya pagi-pagi dengan perut lapar dan kembali pada sore harinya dengan perut kekenyangan setiap hari. Dan lenyaplah gunung-gunung penghalang dengan sebab doanya.

Ust. Majdi Fathi As Sayyid mengatakan, "ambillah asbab, dan serahkanlah hasilnya kepada Allah semata, dan yakinlah bahwa apa yang Ia berikan kepada kita adalah sebuah kemasalahatan dan kebaikan bagi kita, dan apa yang Ia hindarkan dari kita, adalah sebuah mafsadat yang Allah sungguh tidak menghendaki manusia mendekatinya/melakukannya", Ya Allah, sungguh penulis mendambakan kebaikan kehidupan di masa depan, kebaikan dan keselamatan di dunia dan akhirat, mudah-mudahan dirinya dan kita semua menjadi ahli ikhtiar dan senatiasa berada dalam keutamaan... amiin, “Ya Alloh, perbaikilah agamaku yang merupakan urusan pokokku, perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku, perbaikilah akhiratku yang ke sanalah tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini tambahan bagiku dalam setiap kebaikan dan (jadikanlah) kematian itu keterlepasan bagiku dari setiap keburukan.” (HR: Muslim), “Ya Alloh, aku mengharapkan rahmatMu, maka janganlah Kau pasrahkan (urusan)ku pada diriku sendiri walau sekejap mata. Dan perbaikilah urusanku semuanya. Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Engkau.” (HR: Abu Daud dengan sanad shahih).

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Get this widget

Posting Komentar

Silahkan Dikomentari....