Senin, 14 Februari 2011

Batu Bata Harapan

Sejengkal-demi sejengkal, batu bata harapan sedang kita tegakan diatas puing-puing bangunan amal yang berserakan. Tiap tahapan dan tingkatan batu bata harapan merangkai menjadi sebuah cita-cita, kemudian dilahirkan turunannya dan perluasannya, yakni menyongsong peradaban baru, peradaban masyarakat islami berkeadilan. Karakter dari bongkahan batu bata harapan ini akan menentukan, kelak, bagaimana bangunan amal akan ditegakkan di tengah-tengah tata letak kehidupan dunia, dengan segala kerumitannya, dengan segala ketidakpastiannya. Batu bata harapan ini adalah sebuah harta langka yang dibalut oleh ketulusan, niatan untuk merubah ke arah perbaikan, bersama langkah2 kepastiannya, langkah-langkah yang dieja setiap bongkahan katanya menjadi sebuah kalimat yang meneduhkan, memberi jaminan perbaikan dan kebaikan. Pilihannya adalah, manusia harus mau menghadapi setiap kemungkinan-kemungkinan terburuk sekalipun, untuk menegakan menara harapan, sebagai mercusuar kehidupan di sekitarnya, penerang, dan pemberi keteduhan atas nama membangun infrastruktur manusia, yakni bangunan masa depan. Batu bata harapan ini, sedikit demi sedikit memberi suntikan keajaiban yang dibungkus oleh kedahsyatan akal-nurani, sedikit demi sedikit memberikan keteduhan yang dibalut dengan lurusnya akhlak di mata manusia secara umum, sedikit demi sedikit memberikan nafas baru, nafas perubahan, yang siap mengisi dari setiap celah-celah kekosongan, dari bangunan amal kita, rumah masa depan kita..

Layaknya kita sedang memilihkan bibit terbaik yang akan kita semai kelak, di masa depan. Maka, kita berkeharusan untuk mau menjaga bibit harapan agar ia tumbuh subur dalam setiap dada generasi kaum beriman, di segala kondisi dan pilihan-pilihan waktu, disegala kemungkinan-kemungkinan (tersulit sekalipun), di segala medan pertarungannya, untuk kemudian mau memenangkan dari setiap pertarungannya, di masa sekarang, dan di masa depan. Bibit harapan akan memberikan seribu kemungkinan jalan yang mesti ditempuh, dan hanya beberapa jalan rintangan saja, tidak banyak, tidak sebanyak jalan-jalan kemungkinan menuju harapan dan kemenangan itu sendiri. Maka, dari masing-masing benih harapan ini, akan dilahirkan benih-benih kembali, yang berbeda karakteristik uniknya, berbeda satu dengan yang lain, yang memberi keunikkan, dalam satu rangkaian kehidupan.  Untuk nantinya kita mengalah kepada waktu, agar mereka mau mendewasakan benih-benih harapan kita, menjadi sebuah pohon amal, pohon keloyalan, pohon komitmen, dan pohon kesatuan gerakan. Karena pasti, harapan tidak akan pernah meninggalkan mereka yang menggenggamnya dengan tangannya, tidak akan menceraikan manusia yang menggigit sedikit harapan dengan gerahamnya, sebab harapan itu masih dan tetap ada selama mereka bertahan dengan usaha-usahanya..

Marilah kita bergerak lebih dekat, memahami jejak-jejak harapan dan mendalami langkah-langkah bergeraknya. Kita susuri setiap langkah perjalanannya, kita ikuti setiap aliran pola berpikirnya, menghayati setiap pemaksudan dari setiap langkah dan keputusannya, mendalami tentang hakikat kompleksitas kehidupan (untuk kita gali sebuah pandangan menyeluruh dan lengkap) tentang rahasia-rahasianya untuk bisa mendekatkan kita kepada kunci-kunci kemenangan dalam perjuangan, dalam pergumulan kebaikan dalam arah perbaikan, dalam arah peningkatan, dalam arah mencapai warna-warna baru, warna perjuangan yang dilandasi sikap-sikap keteduhan. Maka, mereka yang telah membangun kekokohan bangunan harapan, telah besar dan dibesarkan oleh sejarah dan kenangan manusia, berkat kapasitas amal dan pengorbanan yang tidak bisa kita bayangkan, tidak bisa kita perkirakan, mereka itu antara lain: Nabi Nuh as, ia telah membangun rumah dakwahnya selama 950 tahun, dibawah bayang-bayang gangguan, cerca dan makian, dan pergolakan perlawanan yang teramat besar, sekalipun yang menyambut gayung seruannya hanyalah beberapa orang saja. Kemudian, seorang Mushab bin Ummair, sahabat Rasulullah yang teramat setia kepadanya,  bersedia menyambut busur dakwah beserta anak panah keikhlasannya untuk mau menjadi penyeru (da'i) pertama di kota Yastrib sendirian, tidak berkawan. Lalu kemudian kita akan diingatkan, tentang seorang Syahid, Sang Ideolog Islam, Sayid Qutb, yang mampu menebalkan dinding-dinding keteguhannya dan meninggikan menara keteduhannya, pada detik-detik maut di tiang gantungan demi mempertahankan keyakinan dan keteguhannya untuk  untuk tidak berdamai dengan penguasa yang zalim, sebab ia telah memanjatkan pengharapan terbaik hanya kepada Allah semata..

Maka, setiap tangan hendaklah terbuka dengan lebar. Tangan itu tidaklah dalam rangka memindahkan tanggungan dan beban dirinya kepada pundak saudaranya yang lain, sebab tangan ini teramat cela. Bukanlah seperangkat lisan yang mencaci sodaranya, karena keunikan amal dan keterbatasan kemanusiaannya dalam beramal, dan sebagainya. Tangan-tangan itu, mestilah tangan-tangan yang mau mengulurkan dengan lembut, dan mencari setiap beban-beban yang barangkali tidak sengaja terbawa oleh orang-orang ikhlas yang berjuang di jalan kebaikan. Tiap tangan, seperangkat lisan, dan seluruh kapasitas keumumman manusia lainnya senantiasa menawarkan harapan, dan pertolongan. Namun, tidak boleh mengiringkan harapan dengan ketergesaan sebelum proses kematangannya diselesaikan. Tidak boleh memulai pencarian dari harapan-harapan itu sebelum semuanya sudah jelas: tujuannya, latar belakangnya, sarana kendaraannya, bekalnya, perkiraan pembiayaannya, resiko-resiko dan antisipasi dari setiap kemungkinan yang mungkin terjadi pada sebuah proses pendakian harapan menuju perjalanan keabadian ini. Tidak boleh sekali-kali membangun harapan pada pondasi yang rapuh, pada landasan berdiri yang labil, pada kekuatan struktur bangunan amal yang tidak terencanakan. Maka, ini adalah sebentuk ujian yang dipergilirkan dan diapresiasikan kepada kita, manusia secara keseluruhan, agar nanti bisa diliat siapa orang yang paling baik amal dan keikhlasannya..

Membangkitkan pola gerakan manusia dalam kapasitas mereka sebagai insan pengelola harapan, adalah tugas dan kewajiban mulia. Sebagaimana Rasulullah saw membangkitkan semangat Bilal bin Rabbah saat-saat masa sulitnya dalam menerima siksaan dari tuannya, "Arihnaa Ya Bilaal " (Tentramkanlah hati kami wahai Bilal). Mereka, orang-orang yang mampu memanasi tungku pembakaran harapan, akan memahami, bahwa semua bangunan harapan dan pohon amal yang ia jaga dan ia bangun, semata-mata untuk diserahkan hasil akhirnya kepada Allah semata, setelah sempurna ikhtiar dan tawakalnya. Maka, Allah pun membalas harapan, doa-doa manusia, hajat,dan permintaannya, dengan cara unik dan mengagumkan, sebagaimana Imam Jafar Shodiq ra mengatakan: “Seorang kekasih Allah berdo’a kepada-Nya. Dia (Allah) berkata kepada salah satu malaikat-Nya, ‘Penuhi keperluan hamba-Ku, tetapi jangan segera, karena Aku senang mendengar rintihannya’. Seorang musuh Allah berdoa kepada-Nya, Dia (Allah) berkata kepada salah satu malaikat-Nya, ‘Penuhi keperluannya dengan segera karena Aku benci mendengar suaranya’ “. Sebagaimana Hellen Keler, seorang pengarang buku The Story of My Life  tahun 1903-an, dalam bukunya Live in my Darkness, mengatakan: Optimisme is the path that leads to achievement. Nothing can be done without hope and confidence (Optimisme adalah jalan yang mengarah ke prestasi. Tidak ada yang dapat dilakukan tanpa harapan dan keyakinan)..

Membangkitkan harapan, mulai menyusun satuan-satuan batu bata dan komponen bangunan amal lainnya, adalah sebuah kebutuhan yang mesti disikapi dan ditinjau ulang. membangkitkan harapan (roja) hakikatnya adalah membangun pola kedekatan yang erat antara manusia dengan tuhannya, dengan Allah swt. Yakinlah, bahwa Allah senantiasa memberi harapan kepada manusia, harapan pengampunan dosa, harapan bisa keluar dari kesulitan, harapan bisa mendapat setiap jawaban dari setiap pertanyaan, kesulitan, kegamangan, dan sebagainya. Sehingga dari kedekatan ini, lahirlah sifat-sifat unggul manusia: optimisme dan Husnudzan kepada Allah swt. Harap (roja') ini berbeda denganTamanniy (angan-angan), karena pada harapan (roja') adanya keterpautan hati dengan gerak lahir sesuatu yang diinginkan di masa depan, sedangkan tamanniy hanya sekedar andai-andai kosong saja. Akan selalu ada nafas harapan dan optimisme ditengah badai kehidupan, bagi mereka yang dekat dan penuh (kuat) rasa yakinnya kepada Allah swt. Mereka tidak mungkin takut dan bersedih hati, apalagi berputus asa dari rahmat Allah swt, meskipun dalam perkara dosa sekalipun, dalam masalah pertaubatan manusia sekalipun, mereka akan selalu membersamai hari-harinya dengan pemaknaan yang besar terhadap kehidupannya. Ibnu Athai’illah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam, mengatakan:"pertaubatan dengan sikap rajâ’ tidak mempersyaratkan penyesalan sebagai gerbang utama, melainkan yang terpenting adalah sikap dan keinginan yang kuat untuk berbuat baik di kehidupan barunya."

Bahwa, yang diharapkan dari seorang muslim beriman adalah penghidupan dunia yang baik, dan jaminan keselamatan kelak di akhirat. Sungguh, orang-orang yang lurus agamanya dan bercahaya mata hatinya akan melihat bahwa dunia beserta segenap kebendaannya hanyalah sementara dan melenakan saja, sedangkan akhirat, adalah tempat berpulang yang lebih baik, lebih kekal. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Rasululullah saw, melalui sahabatnya Abu Hurairah ra, "Dunia penjara bagi orang mukmin dan syurga bagi orang kafir." Harapan senantiasa menyiratkan kebaikan-kebaikan, sebagaimana Allah secara terang-terangan mengabadikan didalam Al-Qur'an, agar manusia tidak terputus dari rohmat dan pengharapan (ampunan) dari Allah swt. Allah swt berfirman: "Janganlah kamu berputus asa dari mengharap Rahmat Alloh. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari mengharap Rahmat Alloh melainkan kaum yang kafir”. (QS Yusuf : 87).. Terkait QS. Al Anbiyaa’ ayat 89-90 pun, Allah swt telah mengisahkan tentang Nabi Zakaria, Istrinya, dan Yahya, yang senantiasa dekat dan taat kepada-Nya, Allah mensifati para hamba-Nya yang beribadah dan berdo’a kepada-Nya dengan rasa harap dan cemas (rogbah dan rohbah) serta merendahkan diri (khusyu’).. Dalam kitab Hushulul Ma'mu Bisyarhi Tsalatsatil Ushul Karya Abdullah bin Shohib Al Fauzan, dikatakan bahwa Rogbah adalah meminta, merendahkan diri, dan mengharap sepenuh hati dengan penuh kecintaan yang mengantarkan kepada sesuatu yang dicintai. Sedangkan Rohbah adalah takut yang menyebabkan seseorang menjauh dari sesuatu yang ditakuti. Namun Rogbah sendiri ada sedikit perbedaan dengan roja' yang kita bahasakan hari ini. Dalam Buku Madarijus Salikin Juz kedua, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, dikatakan: Rogbah memiliki makna yang hampir sama dengan roja’. Namun keduanya memiliki perbedaan. Roja’ adalah menginginkan (hanya sekedar keinginan) sedangkan rogbah adalah usaha untuk mendapatkan yang diinginkan, namun belum bisa dipastikan keinginannya itu tercapai. Maka Roghbah dan Rohbah adalah lebih khusus dibandingkan Roja' dan Khauf ini..

Pengharapan (roja') adalah menginginkan kebaikan yang ada di sisi Allah ‘azza wa jalla berupa keutamaan, disertai dengan rasa takut (Khouf) kepada Allah swt, mengharapkan ihsan (balasan keutamaan), dan kebaikan dunia akhirat.Roja’ haruslah diiringi dengan usaha menempuh sebab-sebab yang baik untuk mencapai tujuannya. SedangkanKhouf adalah rasa takut dengan berbagai macam cara dan jenis ketakutan, adapun khosyah serupa maknanya dengan khouf walaupun sebenarnya ia memiliki makna yang lebih khusus daripada khouf karena khosyah diiringi oleh sikap ma’rifatullah.. Ar Raghib berkata: "Khosyah adalah khouf yang tercampuri dengan pengagungan dimana mayoritas hal itu muncul didasarkan pada pengetahuan terhadap sesuatu yang ditakuti, adapun rohbah adalah khouf yang diikuti dengan tindakan meninggalkan sesuatu yang ditakuti, dengan begitu ia adalah khouf yang diiringi amalan.. (Hushuulul Ma’muul hal.87). Maka, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah sesungguhnya  penggerak hati menuju Allah‘azza wa jalla ada tiga: Al-Mahabbah (cinta), Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa’ (harap). Yang terkuat di antara ketiganya adalah mahabbah. Sebab rasa cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu dikarenakan kecintaan adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di dunia maupun di akhirat. Berbeda dengan takut. Rasa takut itu nanti akan lenyap di akhirat (bagi orang yang masuk surga, pent). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka.” (QS. Yunus: 62) Sedangkan rasa takut yang diharapkan adalah yang bisa menahan dan mencegah supaya (hamba) tidak melenceng dari jalan kebenaran. Adapun rasa cinta, maka itulah faktor yang akan menjaga diri seorang hamba untuk tetap berjalan menuju sosok yang dicintai-Nya. Langkahnya untuk terus maju meniti jalan itu tergantung pada kuat-lemahnya rasa cinta. Adanya rasa takut akan membantunya untuk tidak keluar dari jalan menuju sosok yang dicintainya, dan rasa harap akan menjadi pemacu perjalanannya. Ini semua merupakan kaidah yang sangat agung. Setiap hamba wajib memperahtikan hal itu…” (Majmu’ Fatawa,1/95-96, dinukil dari Hushulul Ma’muul, hal. 82-83)..

Janganlah terputus dari telaga harap, sebab kalian adalah permata indah yang sengaja dsingkapkan berhadap-hadapan dengan kemilau cahaya mentari, sehingga engkau pun memantulkan sinar dan cahanya yang indah, ikut menerangi dan memperindah dunia bersama segenap keindahannya. Janganlah pernah merasa lelah, baik pada saat sepi, ataupun saat ramai di jalan kebenaran dan seruan beramal kebaikan.. InsyaAllah ada Allah swt yang akan selalu membersamai setiap langkah kita dalam kebaikan ini. Meski lelah (karena pundak kita terpaksa harus menanggung beban dari sodara kita yang tidak terlibat dalam amal jama'inya), namun tetap, Allah swt semata-mata telah memilih kita untuk tetap berada disini, di jalan kebenaran, di jalan perbaikan. Ikhwah!! Janganlah mundur, sebab orang-orang yang mundur hakikatnya adalah berjiwa munafik, sebagaimana Abdullah bin Ubay mundur dari perang uhud karena kenifakannya, karena tidak ada sikap/sifat harap kepada Tuhan-Nya dan kepada Rasul-Nya. Mari letakan kembali batu bata harapan kita kepada Allah swt, Rabb yang menggenggam setiap harapan dan kejadian (takdir) dari apa yang kita upayakan ini. Semoga langkah kaki kita dijejakkan dengan kekokohan yang sebesar-besarnya, InsyaAllah... Semoga bermanfaat!!

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Get this widget

Posting Komentar

Silahkan Dikomentari....