Selasa, 04 Januari 2011

Islam untuk Sebuah Akulturasi dan Transformasi Kehidupan

Sudah berbuat apakah kita, untuk Islam? Mengawali dengan sebuah pertanyaan yang barang tentu sering kita dengarkan, apakah itu di tempat-tempat pengajian, apakah di khutbah-khutbah jum'at, ataukah di tempat-tempat kajian Islam, dan seterusnya, dan seterusnya... Sudah berbuat apakah kita dengan keislaman kita hari ini? sungguh usia kita tidak muda lagi, usia kita hari ini bisa jadi adalah usia yang memang secara 'konsep' mesti sudah matang dan telah memberikan berbagai kebaikan dan pengorbanan untuk islam.. Menjadi pertanyaan kembali bagi kita disini, mengapa kita sampai hari ini belum memberikan sesuatu apapun untuk islam? 

Kita memahami ayat: “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam” (Ali-Imran : 19), barangkali kita sudah hapal ayat tersebut, sudah kita lafalkan berkali-kali, sudah kita ajarkan kepada anak-cucu kita, sudah kita dakwahkan kepada teman, saudara, dan sanak kerabat kita, sudah kita tulis dalam berbagai tulisan kita yang kita publikasikan di tempat-tempat umum yang ;agi-lagi barangkali sudah dibaca oleh setiap manusia selurunya, apakah mereka beragama islam atau bukan... bisa jadi ayat atau surat dalam Al-Qur'an sebagai sumber mata air islam pun sudah kita baca setiap harinya, sudah kita hapal berjuz-juz banyaknya, sudah kita lantunkan dengan suara dan nada yang indah, sudah kita tafsirkan secara hakiki dan secara haditsah (kontemporer), dan sebagainya.. atau barangkali tanpa kita fahami dan sadari, seruan-seruan tentang islam pun telah didengarkan oleh makhluk-makhluk lainnya di luar manusia, jin, binantang, tetumbuhan, malaikat, tanah, langit, bumi, dan berbagai makhluk Allah yang mereka 'mendengar' namun kita tidak mendengar mereka, dan seterusnya, dan seterusnya....

Islam memang sudah menyentuh berbagai aspek kehidupan kita, ia sudah mendarah daging dalam setiap fase kehidupan manusia, dan proses sentuhan islam ini memang telah dimulai dengan keberadaan sumber islam yakni orang tua manusia sebagai generasi islam pendahulu manusia.. Maka, tatkala islam menyentuh kedua manusia pilihan dan insan perantara keberadaan kita ini, Islam sudah menjadi bagian dari aktifitas dan perilaku mereka, lalu terjadilah akulturasi islam dalam darah dan nyawa mereka, lalu bertransformasi kedalam hakikat kemanusiaan manusia, lalu bersemailah manusia pada sebuah rahim mulia lewat perantaraan ibu mulia, lalu dilanjutkan dengan persemaian selanjutnya dimana sang ibu menjaga anak dan proses mengenalkan Islam itu pada aktiftias mereka, Lalu berlanjut pada keislaman kita semenjak kita dalam alam ruh, sebuah komitmen keislaman dalam kerobaniyahan inti manusia, "Alastu Birobbikum?" dengan serentak kita pada saat itu menyahut "Balaa syahidnaa"... lalu sang ibu yang mulia ini melahirkan sang anak yang bernama manusia, lalu diajarkanlah islam dalam kehidupan mereka,, manusia pada saat itu sudah menjadi Islam dalam darahnya, manusia pada saat itu telah menjadi Islam meski hanya karena lingkungannya, dan mereka secara berkelanjutan dan menerus mengalami akulturasi dan transformasi keislaman mereka pada yang bernama kehidupan, sampai pada masa dimana mereka sepakat dengan sang waktu, untuk mengakhiri masa-masa safari dalam hidupnya, dan ratalah mereka dengan tanah, sebuah tempat terakhir di dunia, sebuah jembatan awal dalam titian kehidupan mereka, dan seterusnya, dan seterusnya...

“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85).. Ayat ini, menyadarkan kepada kita bahwa kita mesti bersyukur telah mengenal islam dalam kehidupan kita, bahwa aku, kamu, dan mereka, adalah satu Islam, satu ajaran kehidupan.. Ia lebih dari sekedar visi manusia, ia lebih dari sekedar paradigma berpikir, bertindak, dan berafiliasi manusia, ia adalah aturan yang menyeluruh dan mengikat semua aktifitas kehidupan manusia, apakah ai akan dilahirkan sebagai penafsiran karakter aplikasi islam pada kehidupan manusia, ataukah karakter aplikasi islam diterima apa adanya, ataukah berada diantara karakter itu, dan sebagainya... Maka, salah satu hakikat dari karakter dan aplikasi Islam berdasar ayat: “Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)  adalah, bahwa keberadaan Islam menjadi suatu anugerah dan kenikmatan yang sangat besar dari Allah swt, sebagai pemegang veto tertinggi dalam Hidayah Islam manusia, dan tidak semua orang bisa mendapatkan anugerah ini, melainkan orang yang dipilih olehNya melalui seleksi Robbaniyyah Tuhan manusia, Allah swt...

Sudah tidak bisa disangkal, dari adanya kestimewaan dan "Seleksi Ilahiyah" ini, menjadikan Islam tidak sekedar agama yang normatif dan aplikatif,, bahwa ia sudah melewati fase normatif dan aflikatif itu, ia sudah menjadi realita dalam setiap jejak keberadaan manusia.. Bisa jadi, makhluk Allah selurunya, kecuali sebagian jin dan manusia, telah Islam seluruhnya, sebab mereka lebih dekat kepada Akulturasi dan Transformasi Islam melalui sang Ahlinya, Allah swt.."Wallahu Yad'uu Ilaa Daarissalaam"  bahwa Allah telah menyeru Islam kepada Surga Darussalam.. Lalu menjadi pertanyaan bagi kita disini, bagaimana nasib mereka (manusia dan jin) yang tidak menerima Islam sebagai proses akulturasi dan transformasi ini??...

Islam adalah surat cinta Robbaniyah, Islam yang bertransformasi dalam sebuah seruan kebaikan, yang berakulturasi dalam ajaran moralitas memanusiakan manusia, adalah Islam yang disambut manusia dalam tiga persfektif kecenderungan afiliasi mereka, Dzalimun Linafsih (menganiaya diri sendiri), Muqtashid  (Pertengahan), Saabiqun Bil Khairat (sigap dalam menerima/melaksanakan kebaikan)... Maka, dari ketiga kecenderungan ini saya mulai mendapatkan sinyal kuat dari sebuah proses perenungan yang panjang, bahwa Allah memang mencintai kita, “Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54), “Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100), Allah memang menginginkan kita selamat di dunia dan akhirat, Allah memang Tuhan yang paling benar ketuhanannya, dan selainnya adalah salah, dan Allahlah Tuhan yang paling logis dan mampu diimani sebagai tuhan satu-satunya, sedang yang lainnya, hanyalah asumsi dari pemikiran dan budaya manusia yang salah,, hal ini tentu kembali kepada penerimaan kita sebagai manusia biasa yang terkadang tidak mampu merespon semua seruan Allah dan kebaikanNya ini,, malah mungkin ada diantara manusia yang secara terang-terangan menutup Hidayah Ilahiyah  Islam ini,  kecuali dengan mata hati yang buta, meski sebenarnya Allah mencintai sebagian manusia yang mampu membuka tabir kebutaan keimananan mereka itu... Allah, saat mencintai manusia, Ia akan membukakan kelapangan hatinya terhadap Islam, dalam Shahihain dikatakan: Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)... 

Islam ini teramat indah, Ia adalah bak permata, batu mulia, ia adalah kekayaan di dunia yang terbesar, bersama temannya, Iman.. Namun, perlu ditekankan disini, bahwa Islam tanpa Dien dan Ummat adalah hampa, Ia bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi, Ia ibarat dua sisi mata pedang yang sama-sama tajamnya, Ia adalah bagaikan dua belahan bumi dengan segala kekhasan identitasnya...Islam bagaikan sebuah pohon kuat yang akarnya menghunjam ke dasar bumi dan batangnya menjulang ke langit, Ia adalah lebih dari sekedar Identitas manusia terhadap manusia, melainkan juga sebagai identitas terhadap Allah sebagai Tuhan kita, dan Identitas Allah terhadap manusia pula,s dimana Allah sebagai Tuhan dan Penguasa kita... Artinya, ketika Islam menjadi bagian dari manusia, baik yang mendarah atau mendaging saja, atau mendarah daging terhadap manusia, maka komunikasi dan Afiliasi manusia akan sangat dekat dengan Tuhannya, sebab pada sisi manusia, mereka lekat dengan identitas mereka, dengan Fitrah (kesucian) manusia... Dan memang Islam memang adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Jika engkau ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau menjawab seperti ini, “dengan akalku,” tapi jawablah, “dengan fitrahku.” ... Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya. Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” 

Fitrah manusia lagi-lagi akan meminta makanannya, dan hanya yang berasal dari Allah lah, Tuhan manusia, fitrah itu akan mendapatkan tempat dan mahkotanya... Fitrah ini, sebagai perwujudan kolaborasi nyata antara nalar akal (Intelektual Ke-Manusiaan) dan Nalar wahyu  (Spiritual ke-Tuhanan).. Selama akal manusia sehat, Ia akan senantiasa meminta untuk dekat kepada Tuhannya, kepada sang penciptanya, dan akan kembali pula kepadaNya,, "Sesungguhnya segala apapun adalah milik Allah, dan Kelak (pasti) segala itu akan kembali kepadaNya" ... Maka, pesona Islam yang sesungguhnya adalah, manakala syahadatain (dua kesaksian): Asyhadu an La Ilaha Illallah, wa asyhadu Anna Muhammad Rosuulullah , melekat pada sumsum kehidupan manusia,, Ia melekat pada setiap fragment kehidupannya, dan melekat pada setiap dasar dari kehidupan manusia... Ia (syahadat) terkadang menjadi temperament dan sentimentil, namun kita yakin, bahwa syahadat itu sedang berproses dalam kehidupan manusia, sedang dalam proses"memanusiakan manusia".. Misalnya saja, Islam mengatur tentang Aqidah dan melarang Syirik, Islam mengatur penjagaan terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang lain,, Islam pun menetapkan rambu-rambunya untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar, Islam pun datang dan menjaga kehormatan dengan mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas),, Juga Islamlah yang menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir (pemborosan) dan gaya hidup hedonisme... Saya rasa, kelima substansial kehidupan manusia ini sudah cukup menjadi bukti, bahwa Islam memang menyeluruh dan lengkap, sudah cukup sebagai etalase Indahnya Islam, sebab Ia menyentuh seluruh kulit manusia, seluruh daging manusia, seluruh tulang manusia, sampai kepada sumsum kehidupannya itu...

Hadirnya Islam pada masa Rasulullah, bisa dilihat dari hadirnya Al-Qur'an sebagai intisari dari ajaran Allah dan khazanah kehidupan manusia saat itu.. Maka Islam dengan Al-Qur'annya lah yang telah membongkar dinding keras seorang Ummar bin Khattab sehingga ia masuk Islam, maka dengan Al-Qur'an lah yang telah menjadikan seorang Abu Bakar, sahabat yang dikenar Ashidiq;Kejujurannya, menangis dan lemah saat Al-Qur'an berada pada lidahnya, pada bibirnya... Al-Qur'an pula yang telah menjadikan seorang Ja'far Bin Abdul Muthalib mampu meluluh lantahkan seorang diplomat ulung kafir Quraisy saat itu, Amer bin Ash, sehingga Kaum Muslimin yang pada saat itu berada di Habasyah mendapat restu dan jaminan keamanan dari Najasyi, seorang raja Nashrani yang kemudian masuk Islam dan mati dalam keadaan sebagai muslim, padahal kita tahu, bahwa Habasyah dengan Arab saat itu adalah sebagai Negara Pengekspor Budak dan Negara Pengimpor budak, dan seterusnya, dan seterusnya... maka hadirnya Al-Qur'an saat itu, sampai hari ini, untuk menegaskan kepada kita, bahwa Islam adalah panglima, sedangkan manusia adalah pengikut setianya,, bahwa Islam adalah Dien serta ummat, sedangkan manusia mampu memanusiakan mereka sebagai manusia, yakni manusia mampu mengoptimalkan fitrahnya dalam rangka mengenali Allah dan mencintaiNya dengan keimanannya itu...

Jika keindahan Islam belum dirasakan dalam hati, maka perlu kita renungkan kembali,  apakah hati ini sudah kering, ataukah (naudzubillah)  hati kita sudah mati jauh hari sebelum ia mengenal Islam, mengenal RabbNYA, apakah hati ini tak pernah dibasuh dengan ayat-ayat-Nya. baik yang nampak pada diri manusia sendiri, atau pada ayat kebesaran Allah lainya yang nampak, dan yang tidak nampak?? Apakah hati ini telah membatu, tidak peka dengan lantunan firman-Nya yang jadi panduan kita sehari-hati??
Islam akan menjadikan indah diri kita, menjadikan indah kehidupan kita, menjadikan indah semua langkah manusia sebagai manusia sebenarnya... denga Islam lah, kita akan mampu meraih kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang bersahaja, antara aku, kamu, dan kalian, terhadap Tuhan kita yang satu, Allah swt...

Wallahu'alam Bis Shawab..

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Get this widget

Posting Komentar

Silahkan Dikomentari....