Senin, 03 Januari 2011

Cintaiku dalam Taubatku yang Sederhana ini...

Manusia adalah tempat salah dan lupa, mereka adalah makhluk yang bisa keliru dan alfa.. manusia terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat salah sama sekali, manusia mulia bukanlah manusia yang tidak pernah jatuh dari kubangan kesalahan, akan tetapi manusia terbaik adalah mereka yang mau memaknai dari setiap perjalanan hidupnya, manusia mulia adalah  manusia yang sadar akan kelemahananya dan bertaubat dengan sesungguhnya, mereka menyesali setiap perbuatan salah, berhenti dari berbuat dosa dan kesalahan semisalnya atau yang lainnya, lalu bertekad tidak mengulangi kesalahan tersebut, serta dibarengi dengan meningkatkan kualitas kebaikan dan kedekatan dirinya pada Rabbnya.. 

Berbuat salah adalah sesuatu hal yang tidak lebih tidak dikarenakan ketidaktahuan manusia tentang perbuatan yang baik, atau ketidak fahaman mereka tentang fadhilah kebaikan itu, atau ketidakdalamannya mereka menghayati maksud dan butiran pelajaran mulia darinya, atau bisa jadi hatinya memang tidak peka terhadap kebaikan itu, atau mungkin mereka khilaf namun karena referensi ilmu tidak sampai kepadanya sehingga dia tetap rutin dan merasa nyaman dengan aktifitasnya, yang padahal itu bukanlah perbuatan yang baik, atau  ada alasan lain, dan seterusnya... Dan hal ini menjadi sesuatu hal yang sangat penting, dalam rangka melayak motivasi manusia bagaimana mereka terjebak dalam perbuatan-perbuatan tidakbaiknya, perbuatan dosanya ini...

Aduhai, perbuatan dosa kita tidak hanya kepada Allah semata, perbuatan salah kita pun terkadang kita lakukan kepada saudara kita, kepada keluarga kita, kepada manusia secara kebanyakan, dsb, entah itu kesalahan dari perkataan kita, dari perbuatan tangan kita, dari i'tikad kita yang tidak baik, dari sikap dan perhatian kita, dari keputusan-keputusan kita yang kita ambil, dari argumen-argumen yang biasa kita sampaikan di tempat-tempat umum, dari setiap perkataan kita yang terpublikasikan yang lebih banyak tidak sesuai dengan keadaan dan kapasitas kejujuran kita... Maka, dari apa yang terdengar oleh saudara kita, dari apa yang saudara kita rasakan rasa sakitnya dari ucapan dan perbuatan kita, dari apa yang orang saksikan tentang kita, semua itu akan meminta pengakuan kita, akan meminta komitmen kemanusiaan kita, akan meminta beribu permintaan maaf kita kepada mereka, korban dari perbuatan salah kita, dan bagi beberapa dosa dan kesalahan yang kita lakukan kepada mereka yang mereka tidak mengetahuinya terutama yang berkaitan dengan ghibah (menggunjing), qodzaf (menuduh telah berzina) atau yang semisalnya, yang apabila saudara kita tadi belum mengetahuinya (bahwa dia telah dighibah atau dituduh), maka cukuplah bagi orang telah melakukannya tersebut untuk bertaubat kepada Alloh, mengungkapkan kebaikan-kebaikan saudaranya tadi serta senantiasa mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk mereka. Sebab dikhawatirkan apabila orang tersebut diharuskan untuk berterus terang kepada saudaranya yang telah ia ghibah atau tuduh justru dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara keduanya...

Duhai, jika memang tidak ada Allah yang menjadi Rabb kita, niscaya kita akan binasa karena perbuatan salah dan dosa kita.. Jika tidak ada tuhan yang mengampuni segala keburukan perbuatan kita, maka dipastikan semua manusia akan celaka karena dosa dan kesalahannya, kecuali Al Ma'sum Rasulullah saw, jika segala perbuatan dosa dan keburukan kita ditimbang dengan perbuatan baik kita, rasanya timbangan keburukan akan lebih berat dibanding timbangan kebaikan kita, jika Allah menghisab waktu kita, berapa banyak waktu yang kita lalaikan dari sekedar mengingat Allah, berapa banyak waktu yang kita lakukan untuk berkomunikasi dengannya, berapa banyak usia yang kita syukuri dari setiap perjalanan tahunnya, berapa banyak udara-udara yang kita hirup hampir setiap 2 detik sekali setiap detiknya... Duhai, pertanyaan ini adalah untuk kita sendiri, untuk saya sendiri,, sudah sampai mana kita menggunakan fasilitas 'kehidupan' ini untuk bekal 'kematian' kita kelak?? Teramat banyak dan sangat berat timbangan dari perbuatan dosa dan kesalahan kita ini, sampai bisa jadi, tidak akan ada yang lolos masuk surga diantara kita tanpa adanya hisab dan perhitungan amal serta pembalasannya ini... Astagfirullahal 'Adziim...

Namun Allah teramat cinta kepada kita, teramat sayang kepada manusia seperti kita (Amiin), teramat rindu melihat kita bisa maksimal dalam kebaikan dan menjauhi keburukan dari amal perbuatan kita, Allah teramat sangat banyak mengajak kita untuk berpikir, merenung, menghayati, mengungkap tabir2 dari kehidupan dan kunci-kunci pembukanya,, Allah lah Tuhan yang akan mengampuni segala dosa kita, entah sebesar gunung Uhud pun, entah sebesar dunia dan seisinya pun, bagi Allah adalah mudah... Namun, apakah kita pantas mendapat ampunan dariNya ini,kelak?? Maka kita, hari ini, memang tidak ada harganya disisi Allah, kita rendah, teramat sangat cela dan hina, pantaslah kita untuk menyungkur keharibaanNya, bermunajat  meminta ampuanNya, meminta cinta dan kasih sayangNYa ini... kita teramat sangat membutukan ampunan dariNya, sehingga keburukan yang pernah kita lakukan, dosa-dosa yang sering kita lakukan dengan 'sengaja' kepada Allah, menjadi asbab turunya rahmat dan ampunan dari Allah...sampai-sampai Syetan akan berkata:
"Duhai, seandainya aku dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Alloh.”

Diriwayatkan bahwa seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya,“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Robbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.”

"Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya"  (an-Naba ayat 39)

"Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan2 selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai" (Al Anbiya: 22-23)

Duhai, dosa dan kesalahan kita, jika kita ungkap, bisa jadi akan lebih banyak daripada seluruh air di samudera luas, dosa dan kesalahan kita bisa jadi lebih banyak dibanding tetesan air hujan yang mengguyur setiap jengkal tanah kering, setiap dosa dan perbuatan kita akan membekas layaknya tanda/noda dari sang bayi yang akan dibawa sampai mereka dewasa, sampai mereka tua, sampai mereka masuk liang lahat... Astagfirullah, dosa-dosa kita sungguh tidak sebanding dengan usia kita... bisa jadi usia dosa kita lebih tua dibanding usia hidup kita, dan karena memang demikian, sebab umur dosa lebih tua, sebanding dengan usia nenek moyang kita yang pertama, lalu dilanjutkan oleh generasi setelahnya, dan seterusnya, dan seterusnya sampai kepada kita, sampai kepada anak cucu kita, sampai kelak Allah memutuskan kepiutusannya terhadap dosa-dosa kita, dan juga kesalahan kita... Sungguh, bahwa setiap manusia tidak akan lepas dari dosa dan kesalahan, disamping mereka pun (untuk meraih kebahagiaan dan terhapusnya dosa) tidak akan lepas juga dari "penyucian dosa", yakni taubat kepada Allah swt dengan kesungguhan.. dan bilamana ada orang yang memang bersih dari dosa dan kesalahan, bisa jadi Allah akan memusnahkan mereka, Allah akan mengganti mereka dengan makhluk dimana mereka melakukan dosa lalu mereka meminta maaf dan ampunan kepadaNya..

Dosa dan kesalahan kita sudah terlampau seringnya, sudah menjadi aktifitas keseharian kita,, katakanlah, kebiasaan saling menghujat, mencela, mengkritik yang tidak dibangun atas nalar konstruktif, kebiasaan mencaci maki, mengghibah, memfitnah, membual, berbohong,,, ini baru dari kesalahan dan dosa dari mulut kita, belum yang lain, kaki kita, tangan kita, hati kita, pikiran kita, telinga kita, mata kita, hidung kita,,, belum kepada hal-hal abstraksi pada diri kita, i'tikad kita, motivasi amal kita, kapasitas ketulusan pada hati kita, dan seterusnya, dan seterusnya, teramat banyak, Astagfirullah... Maka taubat kita haruslah lebih sering lagi, minimal sebanding dengan seringnya dosa dan kesalahan kita ini, malah mestinya lebih sering lagi, sebab kita tidak tahu, pada taubat yang mana dosa-dosa kita akan diampuni, pada permintaan maaf mana kesalahan kita akan termaafkan, dan seterusnya... Taubat kita haruslah sampai lelah mengejar dosa kita, dan dosapun sampai bertekuk lutut padanya dan berkata: "Aku lelah hidup denganmu, setiap aku ingin menghitamkan hatinya, engkau hapus aku dari hatinya menjadi putih bersinar,, padahal sebelum aku hitamkan tidak seputih dan tidak sebersinar itu,, Aku lelah saling berkejar-kejaran denganmu, setiap aku hendak mengejar, engkau telah mengejarku lebih cepat dan menangkapku, bagaimana aku bisa mengejarmu, saat aku berhasil kau tangkap dan aku terjerat,, Aku lelah menyentuh kulitmu, sebab meski aku hanya sekali saja menyentuh kulitmu, engkau asyik dengan wudlumu dan menjaganya siang dan malam, padahal aku tidak suka berwudlu tidak kuat dan tidak diberikan kemuliaan dari wudlu seperti Allah memberikannya kepadamu,, Aku benar-benar lelah, sebab engkau adalah musuhku... meski aku si dosa yang sudah panjang umur hidup pada diri setiap adam dan keturunannya, tapi engkau taubat yang senantiasa ada dan menghalangiku,, aku membencimu...." 

Maka, apakah hati kita condong kepada taubat? atau kepada dosa kah?
beruntunglah bagi mereka yang hatinya condong kepada taubat, dimana mereka menunaikan taubat secara terus menerus dan tidak berhenti, orang yang bertaubat mestilah senantiasa tidak pernah puas dan merasa haus untuk terus mensucikan dirinya dari kubangan dosa dan kesalahannya, sebab sekali lagi, mereka tidak tahu dari taubat mana dosa mereka diampuni, dari ucapan maaf yang mana kesalahan mereka akan diampuni.. Taubat bukanlah sekali seumur hidup, sebab ia tidak menjamin akan menghapus segenap dosa dan lumuran kesalahan pada dirinya, dan yang terpenting dari adanya taubat adalah sinkronisasi dengan sikap meninggalkan dosa, sebagaimana manusia meninggalkan sesuatu yang bisa membuat mereka menangis, tersakiti, menderita, dan sebagainya... Maka tepatlah apa yang diungkap oleh Ali Bin Abi Thalib,bahwa Taubat itu wajib, namun lebih wajib lagi meninggalkan dosa.  Sebab satu kebaikan akan memunculkan kebaikan yang lainnya. Begitu juga sebaliknya... Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, Manusia dalam setiap keadaannya sering meninggalkan taubat yang umum padahal ia amat butuh padanya. Karena memang taubat amat dibutuhkan oleh hamba dalam setiap keadaanya. Manusia selamanya tidak lepas dari kelalaian, meninggalkan perintah atau melampaui batas denigan melakukan sesuatu yang Dia larang. Itulah alasan mengapa ia harus bertaubat selamanya.. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 10/330)..

Bagaimanakah taubat kita akan diterima oleh Allah swt? bagaimanakah kita yakin bahwa Allah menerima taubat kita?
Siapakah aku yang dengan sombongnya meminta taubat kepada Allah, dengan mata kita yang buta dari melihat berbagai aib dan dosa kita yang teramat banyak kita lakukan ini?
1. Adakah islam pada diri kita sebagai syarat utama taubat kita diterima Allah swt, sebab taubatnya orang kafir adalah ketika mereka masuk islam, pun perhitungan dosanya adalah saat mereka masuk islam pula...
2. Adakah keikhlasan dalam diri kita sebagai bentuk kesungguhan kita meminta ampunan dan maaf kepada Allah dan kepada sekalian manusia yang pernah kita berbuat salah kepada mereka...
3. Adakah kita mengakui dosa kita, mengetahuinya, lalu memohon keselamatan dari akibat jelek dosa yang kita lakukan itu...
4. Adakah penyesalan kita karena telah melakukan dosa itu, bahwa dosa telah menjadi tahta tertinggi dalam pelanggaran kepada Allah dan pelanggaran terhadap komitmen kita terhadap Tuhan kita, ikrar kita waktu Allah meminta kesaksian kita " Alastu birobbikum" itu adalah "Balaa syahidnaa"...
5. Lalu, 'maukah' dan bisakah kita berlepas dari semua kesalahan dan dosa kita ini ataukah kita mau dikatakan sebagai pendusta? Al Fudhail bin Iyaadh menyatakan:“Istighfar tanpa meninggalkan kemaksiatan adalah taubat para pendusta.”...
6. lalu kita berazzam dan bertekad tidak akan mengulanginya dimasa yang akan datang... Inilah dari konsekuensi taubat, jika memang taubat kita benar, maka konsekuensi akan dipandang sebagai bentuk penyelamatan terhadap harga diri manusia dihadapan Allah (meski sebetulnya tidak ada sama sekali harga diri di hadapan Allah swt)
7. Taubat kita lakukan pada saat yang tepat, yakni pada masa-masa ketika taubat kita akan diterima oleh Allah swt, maka untuk kita sendiri waktunya adalah saaat kita masih hidup, sebab tidak diterima taubat pada saat kita sakaratul maut... “Sesungguhnya Allah menerima taubat hambaNya selama belum sakaratul maut.”
“Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk mene-rima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga matahari terbit dari barat.”
8. Dan, bagi yang ada kaitannya dengan oranglain, apakah itu hak orang lain berupa harta benda atau sejenisnya maka mestilah dikembalikan seraya meminta maaf dan dimintakan ampunan dari Allah, bagi orang yang Qadzhaf (menuduh orang lain berzina) atau yang berghibah, maka mestilah meminta maaf yang dalam kepada orang yang telah dirugikan olehnya...

Ya Allah, ampuni dosaku, terimalah taubatku...
Duhai teman, sodaraku, sahabatku, maafkanlah kesalahanku...
Duhai rumput yang pernah aku injak, yang akarnya pernah terserabut karena kelalaianku dan ketidak pedulianku,  maafkanlah aku...
Duhai tanah, engkau adalah saksi dimanapun aku bermaksiat, engkau adalah sosok teman yang merekam setiap jekak perbuatan salah dan dosaku, ingatkan aku tentang dosa-dosaku, ingatkan aku tentang berbagai kesalahan yang pernah aku lakukan, lalu aku akan mencoba memohon maaf kepada siapapun dan apapun yang pernah aku sakiti
Duhai bintang dengan gemerlap cahayanya yang terang, engkau adalah saksi yang setia, engkau bersembunyi di saat siang, namun sebetulnya engkau pun merekam setiap jekak dosaku... saat malam, sinarmu lah yang menembus setiap celah atap daun kurmaku, dan engkau lah yang mengetahui bahwa aku ada dengan segala maksiat dan dosaku...
Duhai hati, ah, aku malu jika ingin berkata-kata padamu, maafkan aku telah melibatkan dirimu terlalu jauh dari kehidupan ini, maafkan aku, maafkan akun...
Duhai nafsu, maafkan aku, sebab aku selalu lebih buruk daripadamu, maafkan karena tidak bisa membimbingmu kedalam tha'at, kedalam lautan ampunan Allah... berharap engkau tidak sesat layaknya hawa dan adam dengan khuldinya, ah, maafkan aku...
Astagfirullahal Adziim...

Jasmaniku kurus, namun jangan Engkau biarkan ruhaniku hangus duhai Allah... kebahagiaan hakiki adalah harapan mereka berdua.. ruhani adalah inspirasi dari gerakan jasad ini, ia adalah oase dari ladang amal kita selama ini, ruhani adalah mutiara dan jasad ini adalah para pengagum dan pemakai mutiara ini... ruhani ini, janganlah sampai sakit, sebab eksesnya adalah perbuatan salah dan dosa, lalu kita akan kembali kepada alur yang sudah dijelaskan disini, taubatan nashuha, lalu menjalani siklus layaknya manusia, "sampai dosa itu lelah mengejar taubat".. Apa dan bagaimana penyakit ruhani ini, serta bagaimana siklus kehidupannya?  Dr Hamzah Ya’qub dalam buku “Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin”  mengutarakan pengenalan mengenai penyakit rohani iaitu:
  • Sifat buruk dan merusak dalam batin manusia yang mengganggu kebahagiaan.
  • Sikap mental yang buruk, merusak dan merintangi jiwa memperoleh keridhaan Allah.
  • Sifat dan sikap dalam hati yang tidak diridhai Allah, sifat dan sikap mental yang cenderung mendorong jiwa melakukan perbuatan buruk dan merusak..
Ustad Mashadi mengatakan: Sesungguhnya, bila manusia telah melakukan taubat dari suatu dosa, maka manusia masih berkewajiban melakukan taubat yang lain lagi, yaitu bertaubat dari menunda taubat. Betapa banyaknya manusia yang menunda-nunda taubat, dan tidak mau menyadari hakekat dosa yang mereka lakukan setiap hari, bahkan setiap detik, tetapi masih belum mau bertaubat, dan menganggap tidak perlu bertaubat atas segala dosa yang telah dilakukannya.

Nabi Sallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda :
Kemusyrikan dikalangan umat ini lebih samar daripada rayapan (merayapnya) seekor semut”. Lalu Abuk Bakar bertanya, “Bagaimanakah cara menyelamatkan diri darinya, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Ucapkanlah : Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari memperseku-kan-Mu dengan sesuatu yang akau ketahui, dan aku mohon kepada-Mu dari sesautu yang tidak akan ketahui”.
Ya Allah, ampunilah kesalahanku dan kebodohanku, dari berlebih-lebihanku dalam urusanku, dan apa yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah keseriusanku dan permainanku, kekhilafanku, dan kesengajaanku, semua itu ada padaku. Ya Allah, ampunilahy apa yang telah aku lakukan dan apa yang aku tunda, apa yang aku sembunyikan, dan apa yang aku lakukan dengan terang-terangan, dan apa saja yang Engkau lebih mengetahui daripada aku. Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau”.
Ya Allah, amunilah dosaku semuanya, yang kecil dan yang besar, yang tidak sengaja dan yang sengaja, yang sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan, yang pertama dan yang terakhir”.

Allah menunjukkan jalan dan  menuntun kita untuk berbuat baik, untuk bertaubat kepadaNya. Jika kita berbuat baik maka itulah yang disebut taubat yang sebenarnya. Kita kembali (taubat) kepada Allah dan Allah pun kembali (taubat) kepada kita. Sehingga dikatakan "Allah beserta orang yang berbuat baik." Kita pun pernah mendengar hadis Qudsi : Sedangkan kita kembali kepada Allah, seribu langkah Allah kembali kepada kita.
Menurut buku yang pernah saya baca, Allah pun bertobat, karya Muhammad Farid, dikatakan judul "Allah pun Taubat" terinspirasi dari penjelasan Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah dan bukunya Jalaluddin Rahmat. Pesan penulis buku ini, "sudah saatnya umat disadarkan bahwa Allah tidak hanya menerima taubat tapi yang lebih penting dari itu Allah taubat (kembali) kepada kita sebagai manusia."

Allah, aku ingin Engkau mencintaiku dalam taubatku yang sederhana ini... Amiin Ya Robbal 'Alamiin..
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Selasa, 04 Januari 2011, pukul 01.10

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Get this widget

Posting Komentar

Silahkan Dikomentari....