Minggu, 23 Januari 2011

Itsar

Mendahulukan kepentingan orang lain (Itsar) dibanding diri sendiri adalah salah satu perbuatan mulia. Sebuah sikap Heroik dan fenomenal di jaman sekarang barangkali, dimana kenyataannya setiap manusia hari ini lebih banyak mencintai dan mendahulukan dirinya sendiri dibanding orang lain. Itsar adalah bak cahaya bulan di kesendirian malam, cahayanya menerangi segala penjuru malam, namun cahayanya tidak sebanyak cahaya gemintang di lautan kelam. Itsar adalah kesyahduan yang terbuang, sebuah hikmah yang teramat langka kita temukan di tengah pragmatisme masyarakat. Itsaradalah kesunyian ditengah ramainya hiruk pikuk manusia yang bertebaran di jalanan dan di pasaran. Itsar adalah keteladanan dalam kearifan, Itsar adalah lukisan cantik di sebidang kanvas kehidupan, Ia adalah kebermanfaatan tertinggi ditengah banyaknya kesia-siaan pada tubuh amal, Ia adalah Empati dan senantiasa menginginkan kebaikan untuk orang lain, jauh dari kebutuhan/keinginan untuk dirinya sendiri. Begitulah Itsar, Ia akan bersih dari sikap-sikap serakah, keegoisan sempit, individualistis sesat, kosmopolis behaviour, materialisme sekuleritas, dan sebagainya...

Itsar adalah harta yang hilang ditengah-tengah keberlimpahan harta dan kekayaan. Itsar adalah capaian tertinggi bagi peradaban akhlak manusia, dimana eksistensi kemanusiaan manusia dijunjung tinggi dan ditegakkan, Ia adalah yang membedakan mana manusia yang empati, mana yang tidak, dan seterusnya, dan seterusnya. Mendahulukan kepentingan orang lain (Itsar) dalam duniawi dan pertolongan itu teramat dianjurkan, sedangkan dalam perkara ukhrawi dan ibadah adalah cela. Kaidahnya begini: Al Itsar bil Qurbi makruuhun wa fii ghoirihaa mahbuubun (mengutamakan orang lain dalam hal mendekatkan diri kepada Allah atau mengutamakan orang lain dalam hal ibadah itu hukumnya makruh). Begitulah Itsar, Ia bukanlah hal asing pada masa sahabat Rasulullah saw, karena Rasulullah itu sendiri adalah contoh dan tauladan terbaik untuk perbuatan ini. Tak heran, pada masa itu, adalah bermunculannya pribadi-pribadi yang kaya makna, jiwanya menebarkan pesona keshalihan, pada mereka memancar mata air kebaikan. Begitulah Itsar pada masa itu, hingga diabadikan dalam tinta Al-Qur'an: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al Hasyr: 9). Maka pada saat itu tidak aneh, jika salah seorang muslim lebih mencintai sodaranya dibanding dirinya dan keluarganya sendiri. “Salah seorang dari kalian tidak beriman, hingga mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya”...

Dalam pandangan Islam, Itsar,barangkali sebuah kata yang hampir asing didengar di telinga kita, namun Ia mampu menembus berbagai aspek dan dimensi kehidupan, Itsar adalah hal terpuji dan elok untuk dicontoh, sebuah kaidahsyar'iyyah yang telah dicontohkan oleh pribadi mulia, Rasulullah saw dan generasi setelahnya, dan barangkali oleh orangtua kita, dan seterusnya, dan seterusnya.. Itsar adalah wahana untuk mendekatkan bantuan Allah terhadap ta’liful qulub (persatuan hati)  manusia, sebab sejatinya adalah hak otonomi Allah Swt yang menyatukan hati kita dengan sodara kita, dengan itsar inilah dimaksudkan eratnya hati kita terhadap saudara kita yang lain. Itsar adalah paduan dari Iltizamul kamil (disiplin yang sempurna) dengan ukhuwah Islamiyah atau ukhuwah insaniyyah salimiyah. Itsar adalah puncak ukhuwah Islamiyah. Maka bentuk minimal ukhuwah (persaudaraan) adalah “Salamatus Shodr”, kelapangan dada terhadap saudara seiman, maka Itsar adalah bentuk maksimal ukhuwah itu sendiri.. Sebuah hadits mengatakan: “Bukan golongan kami orang yang tidak peduli pada urusan orang Islam”...

Pribadi-pribadi Itsar (mu'tsir) memang adalah teladan nyata dari segment terbaika manusia. Ia mendahulukan keperluan oranglain pada saat iapun memerlukannya, Pribadi Itsar (mu'tsir) bukanlah utophia atau angan-angan belaka, ia ada dan memang harus ada, sebuah segment kehidpuan terbaik manusia, terlebih harus ada pada manusia muslim, pesona manusia luar biasa manfaat dan kebaikannya pada sesama. Nilai-nilai materi di dunia ini tidak akan di timbang berat, apapun yang mereka punya adalah semata-mata milik Allah swt dan harus dimanfaatkan sesuai permintaanNya, yakni manfaat untuk seluruh alam, manusia, dan makhluk lainnya. Materi di dunia tidak lagi dijadikan sebagai pujaan atau pemuas syahwat kebendaannya, hartanya tidak luput untuk didermakan di Jalan Allah, waktunya pun lebih banyak dicurahkan untuk memikirkan masalah dan mencarikan solusi untuk manusia, tenaga, bahkan nyawanya, siap digadaikan demi keperluan sodaranya yang lain, demi agamanya, tanah airnya, harga diri dan kehormatannya, dan sebagainya.. Betapa tidak heroik fenomena seperti ini, begitu anggun dan memesona.. Pribadi Itsar (mu'tsir) akan mendahulukan kematiannya untuk kehidupan sodaranya yang lain, sebagaimana tertulis dalam tinta sejarah yang sangat cantik: Dalam perang Yarmuk, dari Abdullah bin Mush'ab Az Zubaidi dan Hubaib bin Abi Tsabit, keduanya menceritakan, Telah syahid al-Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Mereka ketika itu akan diberi minum, sedangkan mereka dalam keadaan kritis, namun kesemuanya saling menolak. Ketika salah satu dari mereka akan diberi minum dia berkata,"Berikan dahulu kepada si fulan, demikian seterusnya sehingga semuanya meninggal dan mereka belum sempat meminum air itu". Dalam riwayat lain perawi menceritakan, "Ikrimah meminta air minum, kemudian ia melihat Suhail sedang memandangnya, maka Ikrimah berkata, "Berikan air itu kepadanya." Dan ketika itu Suhail juga melihat al-Harits sedang melihatnya, maka iapun berkata, "Berikan air itu kepadanya (al Harits). Namun belum sampai air itu kepada al Harits, ternyata ketiganya telah meninggal tanpa sempat merasakan air tersebut setetespun... Indah memang!!

Bagaimana sekarang? Adakah Mu'tsir-mu'tsir yang baru? Sebagaimana generasi emas ini, Seperti Ikrimah bin Abu jahal ini? syuhada yang memiliki 70 luka waktu, yang telah meneladankan bagaimana mendahulukan kepentingan sahabatnya dibanding dirinya sendiri, padahal dirinya teramat kepayahan. Jawabannya harus ada, karena Itsar ini erat kaitannya dengan Sabiqun bil khairat (menyegera dalam kebaikan), sangat ada kaitannya dengan amal tadhiyah(pengorbanan).. Dalam sebuah hadits riwayat muslim dari Abu Hurairah diceritakan ada sepasang suami istri yang memenuhi perintah Rasulullah untuk memberi makan musafir yang kelaparan, yakni Abu Thalhah dan Ummu Sulaim. pada saat itu mereka sendiri tidak mempunyai makanan selain untuk makan anak-anaknya. Oleh karena itu mereka segera menidurkan anak-anak mereka yang lapar dan berpura-pura makan agar tamu mereka makan dengan tenang. Padahal yang sedang disantap oleh tamu mereka itu adalah saru porsi terakhir yang mereka miliki hari itu.. Indah memang! perbuatan Itsar para mu'tsir ini pun dilukis indah dalam Al-Qur'an: dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al Hasyr: 9). Maka, keesokan harinya, rasulullah berjumpa dengan Abu Thalhah dan memujinya: “Sungguh Allah sangat gembira (tersenyum) menyaksikan perbuatan Anda berdua”. Ada cerita lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Sa'ad bin Rabbi' telah menawarkan kepada Abdur Rahman bin Auf setelah keduanya dipersaudarakan oleh Nabi Saw untuk bersedia diberi separuh dari hartanya, salah satu dari rumahnya dan salah satu dari isterinya untuk dicerai, lalu disuruh menikahinya. Maka Abdurahman bin Auf berkata kepada Sa'ad bin Rabi' "Semoga Allah memberkahi keluargamu, semoga Allah memberkahi rumahmu, dan semoga Allah memberkahi hartamu, sesungguhnya aku adalah seorang pedagang, untuk itu tunjukilah aku di mana pasar"... Disana dijelaskan bahwa Itsar ada kaitannya dengan I’tisham bi hablillah (berpegang teguh di jalan Allah), Ia adalah senyawa dari unsur Roja'  (harap) dan unsur khaof (takut) kepada TuhanNya, dan puncak tertinggi dari persaudaraan itu adalah diteempatkannya kebutuhan sodaranya sebagai prioritas yang utama dan dipertamakan..

Itsar ada kaitannya dengan amal tadhiyah (pengorbanan), ia adalah seakar kata dengan kedermawanan, masing-masing saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Kedermawanan dalam pengorbanan-pengorbanan ini antara lain: Kedermawanan dengan pengorbanan jiwa, Kedermawanan dengan kekuasaan, Kedermawanan dengan kesenangan, Kedermawanan dengan ilmu, Kedermawanan dengan memanfaatkan kedudukan, Kedermawanan dengan memanfaatkan badan, Kedermawanan dengan kehormatan diri, Kedermawanan dengan kesabaran dan menahan diri, Kedermawanan dengan akhlak perilaku dan budi pekerti yang baik, Kedermawanan dengan membiarkan apa yang ada di tangan manusia dan tidak menengok kepadanya serta tidak mengusiknya dengan apa pun, dan sebagainya.. Maka menurut pengarang buku Manazilus-Sa'irin ada tiga jenis derajat Itsar yang dimaksud, antara lain: Lebih mengutamakan manusia daripada diri kita sendiri dalam perkara yang tidak mengusik agama dan waktu kita, Mengutamakan ridha Allah daripada ridha selain-Nya sekalipun berat cobaanNya sebagaimana ungkapan Asy-Syafi'y, "Ridha manusia itu merupakan sasaran yang tidak bisa diukur. Maka ikutilah ridha yang mendatangkan kemaslahatan bagi dirimu." Sementara itu, tak ada kemaslahatan yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba kecuali dengan mementingkan ridha Allah daripada ridha selain-Nya., dan yang terakhir adalah menisbatkan itsar kepada Allah dan bukan kepada diri kita...

Menurut penulis, Itsar ini  adalah salah satu faktor kemenangan generasi Emas Umat Islam waktu dulu, faktor keberhasilan sehingga benar-benar bahwa islam menjadi rahmatan lil 'Alamiin. Itsar telah berhasil membangun tanzhim al-hayyah (stelsel kehidupan), Ia meletakan pondasi (ta'sis) lalu menguatkannya. Sebuah roman ideal untuk sebuah hubungan. Itsar merupakan contoh kualitas terbaik bagi sebuah ukhuwah Islamiyyah, sebagaimana dikcontohkan oleh Abu Bakar ra, yang telah menginfakan seluruh harta kekayaannya untuk berjihad dan keperluan kaum muslimin pada saat itu, hanya meninggalkan Allah dan RasulNya untuk keluarganya. Indah memang!! Itsar adalah natijah dari keimanan mendalam, ia adalah tsamrah (buah) yang manis lagi melegakan, sedikitpun tidak akan meninggalkan ruang-ruang luka dan penyesalan."falaa khaufun 'alaihim walaahum yahzanuun" (Sekali-kali mereka tidak akan ditempa ketakutan dan kegelisahan). Pribadi Itsar (mu'tsir) adalah para pendamba syurga, mereka hanya mengharap Allah dan Rasulnya sebagai balasan dari amal perbuatannya.  Ibnu Umar ra. Menceritakan, “Seorang sahabat telah menerima hadiah berupa kepala kambing. Tetapi Dia merasa tidak berhak menerima pemberian itu karena tetangga sebelahnya lebih memerlukan, karena tetangganya itu mempunyai keluarga yang banyak. Lalu Dia pun memberikan kepala kambing itu kepada tetangganya tersebut.Ketika tetangganya menerima pemberian itu, maka ia pun teringat kepada tetangganya yang lebih memerlukan lagi. Begitulah seterusnya sehingga diketahui kepala kambing itu telah berpindah tangan  tidak kurang dari tujuh rumah sampai akhirnya kembali ketangan syahabat yang pertama kali menerimanya"...

Para Mu'tsir ini adalah orang-orang merdeka yang mampu membebaskan dirinya dari penjajahan syahwat kebendaan dan kerasukan dirinya. mereka bebas dari sifat-sifat ananiyyah (mementingkan diri sendiri), mereka benar-benar mewarisi sifat-sifat makhluk mulia, yang telah merobohkan dinding-dinding keegoismean dirinya, meluluhlantahkan tembok-tembok keangkuhan dirinya, dan memenjarakan hawa nafsunya.. Para Mu'tsir ini lagi-lagi, tidak banyak dikenal di bumi, sebab sifat-sifat mereka adalah sifat-sifat langit.. Para Mu'tsir ini menegakan Itsar sebagai pangkal dari ukhuwah, mereka adalah orang-orang yang mampu mereguk minuman berkah dari amal dan persaudaraannya, mereka itulah orang-orang yang telah dijanjikan Allah dengan harumnya surga.. Para Mu'tsir ini adalah para Nabi as, para sahabat dan pengikutnya, para ulama shaleh, kita (amiin), dan harapan ini hendaklah meluas, hingga kepada bangsa dan negara kita, berharap mereka adalah orang-orang yang mau mendahulukan kepentingan orang-orang lapar dan dahaga, melindungi orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, melindungi rakyat yang tidak mampu memiliki baju dari sengatnya mentari, dan sebagainya... Penulis berharap (dan sedang banyak belajar) untuk lebih mendahulukan saudaranya dibanding dirinya sendiri, mendahulukan kepentingan dakwah di banding urusannya yang lain, mendahulukan menyentuh hati dibandingkan memenangkan debat dengan hujjah-hujjah lemah, dan sebagainya... Mari Beramal!!!!

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Get this widget

Posting Komentar

Silahkan Dikomentari....