Sabtu, 22 Januari 2011

Sang Ibu

Senyumnya menawan, disela-sela kening yang sudah mengerut di makan usia, Ia masih sanggup membuat dunia ini menjadi sandaran anak-anaknya... Begitulah Sang Ibu, bak permata mulia yang telah mengajarkan tentang arti kehidupan.. Ia tetap sanggup memberi ketulusan cinta dan mengajarkan kepada manusia begitu indahnya pengorbanan mereka.. Ibu yang bermahkotakan keistimewaan penghormatan manusia kepadanya hingga tiga kali banyaknya, lebih banyak daripada anjuran untuk berbuat baik kepada ayah kita, melalui isyarat Nabi SAW: “Diriwayatkan seorang telah bertemu Rasul Allah Muhammad SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak mendapatkan layanan istimewa dariku ?”. Rasulullah menjawab, “Ibumu”. Kemudian ???, Rasulullah menjawab, “Ibumu..” Kemudian ???, Rasulullah menjawab, “Ibumu..”. Kemudian Rasulullah menjawab, “Baru Kemudian Ayahmu dan setelah itu saudara-saudara terdekatmu”.... Ia lah insan mulia yang telah menyerahkan sebagian nyawanya dalam masa-masa mengandung kita, Ia lah yang telah menggadai sepenuh raga dan nyawanya saat-saat melahirkan kita, Ia lah yang mau dan mendaftarkan hampir seluruh waktu luang dan sibuknya dicurahkan untuk mengurusi kita sewaktu kecil hingga dewasa, dan seterusnya dan seterusnya, hingga kita tidak sadar, betapa banyaknya kita merampas waktu dan pengorbanan mereka, memendekkan usia mereka, menyita seluruh nafas dan perhatian mereka, dan sebagainya...

Penulis masih bertanya-tanya, pada saat tulisan ini ditulis apakah Sang Ibu yang ia tuliskan kebaikan-kebaikannya itu masihkah ada? ataukah bersamaan dengan tulisan ini Sang Ibu telah menghembuskan nafasnya yang terakhir? atau bisa saja kelak sang pembaca pun mendapati hal yang sama, saat ia membaca tulisan sederhana ini, Sang Ibu yang dipuja-puja dan dihormatinya telah meninggalakan dunia yang fana dan telah kembali kepada sang maha pencipta?? Ataukah sang penulis sendiri yang mendahului Ibu dan berjumpa dengan kematian sebelum sempat tulisan ini dia selesaikan? atau malah sang pembaca sendiri yang mendahului Ibunya dan meninggal disaat kebaikan-kebaikan Ibunya masih diabaikan dan lalainya berbakti kepada mereka? dan Seterusnya... Karena memang kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat, kematian datangnya tiba-tiba dan tidak terduga, ia memaksa dan pasti menghampri semua manusia, dan memang kematian akan mengejar kita meski kita menghindarinya... Bahwa memang hidup-mati manusia adalah Allah SWT yang mengatur, dan Ia lebih tahu tentang bagaimana hidup dan bagaimana mati, bagaimana keduanya dikombinasikan pada kehidupan manusia dan makhluk lainnya, dan seterusnya... Ini adalah renungan bersama, bisa jadi apa yang akan kita berikan kepada mereka (orangtua kita) hari ini, tidak sempat kita tunaikan kebaikan-kebaikan itu karena keterbatasan usia kita dan karena ketidakpastian datangannya maut pada diri kita... “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. (Qaaf: 19)

Sang Ibu, begitulah adanya, adalah seorang insan mulia, padanya ada teramat banyak keutamaan, jika tidak berlebihan ia memang manusia mulia yang mampu menahan beban dunia dan seisinya, Ia lah yang memiliki kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, Ia lah yang senantiasa mampu betahan dan pantang menyerah saat semua orang sudah putus asa, Ia-lah yang senantiasa mampu melalui masa-masa sulit dalam kehidupannya dan menjadi pelindung bagi kehidupan anak-anaknya, barangkali ia pula lah yang memiliki air mata untuk mencurahkan perasaannya dan kesulitan hidupnya... Kasih sayangnya tidak terbatas, hatinya senantiasa luas dan lapang, pikirannya tenang, sikap dan keyakinannya adalah perpaduan antara ikhtiar yang matang dan tawakal yang kuat kepada Tuhannya, kesulitannya telah melampaui kemudahannya dalam mengurusi kita selama ini sekalipun dan sedikitpun ia tidak pernah berharap balas dari anak-anaknya... Kasih ibu itu seperti berputar dan senatiasa meluas, menyentuh setiap orang yang ditemuinya... Melingkupinya seperti kabut pagi, menghangatkannya seperti mentari siang, dan menyelimutinya seperti bintang malam.. Kasih Ibu teramat banyak, seperti gemintang di malam kelam, yang cahayanya mampu menembus celah-celah atap rumah kita, menjadi penerang di kegelapan malam...

Sadar ataupun tidak, peran kita di mata Sang Ibu kita hanyalah mengeluh dan mengeluh... Namun perasaan hati dan kekuatan perasaan Sang Ibu teramat kokoh, senantiasa memaklumi setiap helai kesalahan kita, padahal daun-daun kesalahan kita telah menghalangi jatuhnya sinar mentari ke hadapan mereka...  Maka, ada beberapa orang dengan cintanya yang seadanya itu, menerjemahkan IBU dalam tiga kata istimewa, InsanBerbudi, dan Unggul... Begitulah Sang Ibu, Insan berbudi nan unggul,, tiada kata yang cukup untuk melukiskan kebaikannya, selain dengan ucapan syukur dan berterimakasih kepadanya... “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isro’: 23)

Alkisah di Jepang, sebagaimana kita tahu kebiasaan mereka membuang ibu yang sudah lanjut ke hutan, menuturkan, ada seorang anak laki-laki yang membawa orang tuanya (seorang wanita tua) ke hutan untuk dibuang. Ibu ini sudah sangat tua, dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Si anak laki-laki ini menggendong ibu ini sampai ke tengah hutan. Selama dalam perjalanan, si ibu mematahkan ranting-ranting kecil. Setelah sampai di tengah hutan, si anak menurunkan ibu ini.
“Bu, kita! sudah sampai”,kata si anak. Ada perasaan sedih di hati si anak. Entah kenapa dia tega melakukannya. Si ibu , dengan tatapan penuh kasih berkata:”Nak, Ibu sangat mengasihi dan mencintaimu.. Sejak kamu kecil, Ibu memberikan semua kasih sayang dan cinta yang ibu miliki dengan tulus. Dan sampai detik ini pun kasih sayang dan cinta itu tidak berkurang... Nak, Ibu tidak ingin kamu nanti pulang tersesat dan mendapat celaka di jalan. Makanya ibu tadi mematahkan ranting-ranting pohon, agar bisa kamu jadikan petunjuk jalan”. Demi mendengar kata-kata ibunya tadi, hancurlah hati si anak. Dia peluk ibunya erat-erat sambil menangis. Dia membawa kembali ibunya pulang, dan ,merawatnya dengan baik sampai ibunya meninggal dunia... Sebuah hadits menuturkan: “Sungguh hina, dan sungguh hina, lalu sungguh hina orang yang mendapatkan kedua orang tuanya ketika sudah tua, salah satu atau keduanya, lalu orang itu tidak dapat masuk surga.” (HR. Muslim)

Sang Ibu, adalah cermin hikmah bagi kehidupan kita... Maka, membangun relasi yang kuat dengan Sang Ibu dan ayah kita, pada hakikatnya adalah membangun relasi dengan Allah SWT.. Teramat agung jasa baik mereka karena Sang Ibu menjadi perantara keberadaan kita di dunia, mereka menjadi asbab kehidupan kita hari ini, pada rahimnya lah kita dahulu dibesarkan dan disapihlah kita hingga dua tahun lamanya, atau bahkan lebih, dan seterusnya, hingga Allah pun menyandingkan keridhaanNya sebelum keridhaan orangtua kita.. Rasulullah bersabda:"Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua"... Maka, kewajiban mereka (wajibatul walid) adalah dengan mempersiapkan anak-anaknya agar berbakti kepada Tuhannya dan kepada mereka.. Rasulullah SAW mengatakan: “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk bisa berbakti kepadanya”.. Dan Allahpun memuliakan mereka yang menghormati orangtua.. “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (An Nisa: 36)... Bahwa, berbuat baik kepada Ibu dan ayah kita adalah keutamaan yang tiada terkira kecintaan Allah kepadanya dan kebermanfaatannya.. Ibnu Mas’ud berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rosululloh, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Alloh?’ Beliau menjawab, ‘mendirikan sholat pada waktunya,’ Aku bertanya kembali, ‘Kemudian apa?’ Jawab Beliau, ‘berbakti kepada orang tua,’ lanjut Beliau. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Allah.’” (HR. Al Bukhori)... Disamping itu, ancaman dan celaan bagi mereka yang durhaka kepada orangtuanya (uququl walidain) pun sangat jelas ancaman dan celaannya pula.. “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik dan duraka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori).. bahkan, membuat mereka menangis/bersedih pun, adalah termasuk kesalahan dan kedurhakaan yang besar pula.. “Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari, Adabul Mufrod hlm 31. Lihat Silsilah Al Ahaadits Ash Shohihah karya Al Imam Al Albani, 2.898)..

Berbuat baiklah (birrul walidain) kepada orangtua kita, terlebih kepada ibu kita.. Berbuat baik kepada mereka memiliki keutamaan-keutamaan yang tiada terkira dan pahala yang teramat agung... Beberapa ketentuan dari perbuatan baik kita (birrul walidain) berkisar antara lain: Ahabul ‘amali illalahi ta’ala (amal yang paling dicintai disisi Allah SWT), Laisajaza an min waladin ila walidih (Bakti kepada orang tua bukanlah merupakan suatu balas budi), Al ummu hiya ahaqu suhbah (perioritas untuk mendapat perlakuan yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu), Makruman bi ibadatillah (Berbakti kepada orang tua dibarengi dengan ibadah kepada Allah SWT)... Maka, ada empat unsur yang mesti ada didalamnya antara lain: Al muhaqodhotu alal kaul  (menjaga dan memelihara ucapan dihadapan orangtua terlebih bila mereka sudah lanjut usia)Khofdul Jannah (tidak boleh membusungkan dada terhadap orang tua melainkan merendahkan diri kepada keduanya dengan penuh kasih sayang dan mendoakan mereka)Attoah Almushahabah(menjaga ketaatan seorang anak, kedekatan, serta keakraban  mushahabah terhadap orang tuanya),  dan yang terakhir adalah Sabatulbirri ba’da wafatihima (Tetap berkewajiban berbakti kepada orang tua setelah kedua meninggal dunia)... Beberapa bentuk berbuat baik orangtua kita yang masih hidup antara lain: Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik, berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut, Tawadlu (rendah diri), memberikan infak (shadaqah) kepada kedua orang tua dan Mendo’akan mereka... Adapun, apabila oangtua kita telah meninggal dunia, maka bentuk berbuat baik kita adalah: Asshalatu ‘alaihima (berdo’a untuk keduanya), Wal isthigfaru lahuma (memohonkan ampun keduanya), Wainfadzu ahdihima (melaksanakan janji-janjinya), Waiqramu shadiqihima (memuliakan teman-teman keduanya), Wasilaturrahimmisilati latu shallu illa bihima (silaturrahmi kepada orang-orang yang tidak ada hubungan silaturahmi kecuali melalui wasilah kedua orang tua)”... “Apakah ada suatu kebaikan yang harus aku perbuat kepada kedua orang tuaku sesudah wafat keduanya ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, kamu shalat atas keduanya, kamu istighfar kepada keduanya, kamu memenuhi janji keduanya, kamu silaturahmi kepada orang yang pernah dia pernah silaturahmi kepadanya dan memuliakan teman-temannya”[Hadits ini dilemahkan oleh beberapa imam ahli hadits karena di dalam sanadnya ada seorang rawi yang lemah dan Syaikh Albani Rahimahullah melemahkan hadits ini dalam kitabnya Misykatul Mashabiih dan juga dalam Tahqiq Riyadush Shalihin (Bahajtun Nazhirin Syarah Riyadush Shalihin Juz I hal.413 hadits No. 343)...

Kita layaknya sebuah  tunas hijau menghisap setiap nutrisi dalam benih hingga hancur luluh, seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telur hingga tinggal cangkangnya, kita telah menghabiskan seluruh madu hingga kering kerontang! Telah memetik hampir seluruh usianya yang sedang berkembang itu!  Begitulah kita kepada orangtua kita, terlebih Sang Ibu kita... Maka kita pun mesti berbicara tentang taklif (beban balasan), kewajiban, dan adab kepada mereka, mengingat begitu besarnya arti keberadaan Sang Ibu terhadap kita.. Dan memang sebetulnya, sebesar apapun upaya kita menunaikan hak-hak mereka sedikitpun tidak akan terbalas jasa Ibu kita... Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya: “Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada Nabi SAW, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi SAW menjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.”... Bagaimana seorang Uwais Al-Qarni Al-Yamani seorang  sahabat Nabi SAW yang sangat berbakti kepada Ibunya diangkat dan dimuliakan dihadapan Allah karena perbuatannya... “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada Ali Bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”...

Maka, tatkala Nabi Sulaiman memerintahkan jin Ifrit untuk mencari mutiara di samudera, Jin Ifrit dengan tidak sengaja menemukan sebuah kubah dari permata putih yang tanpa lubang, kubah itu diangkatnya ke atas samudera dan ditunjukkannya kepada Nabi Sulaiman. Melihat kubah tanpa lubang penuh permata dari dasar laut itu Nabi Sulaiman menjadi takjub, “Kubah apakah gerangan ini?” pikirnya. Dengan memohon pertolongan Allah, Nabi Sulaiman membuka tutup kubah. Betapa terkejutnya beliau begitu melihat seorang pemuda tinggal di dalamnya. “Siapakah engkau ini? Kelompok jin atau manusia?” tanya Nabi Sulaiman keheranan.”Aku adalah manusia”, jawab pemuda itu perlahan.”Bagaimana engkau bisa mendapatkan karomah ini?” tanya Nabi Sulaiman lagi. Kemudian pemuda itu menceritakan riwayatnya sampai kemudian memperolehi karomah dari Allah tinggal di dalam kubah dan berada di dasar lautan. Diceritakan, ibunya dulu sudah tua dan tidak berdaya sehingga dialah yang memapah dan menggendongnya ke mana pun pergi. Si anak selalu berbakti kepada orang tuanya, dan ibunya selalu mendoakan anaknya. Salah satu doanya itu, ibunya selalu mendoakan anaknya diberi rezeki dan perasaan puas diri. Semoga anaknya ditempatkan di suatu tempat yang tidak di dunia dan tidak pula di langit.. “Setelah ibuku wafat aku berkeliling di atas pantai. Dalam perjalanan aku melihat sebuah terbuat dari permata. Aku mendekatinya dan terbukalah pintu kubah itu sehingga aku masuk ke dalamnya.” Tutur pemuda itu kepada Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman yang terkenal bisa berjalan di antara bumi dan langit itu menjadi kagum terhadap pemuda itu. “Bagaimana engkau bisa hidup di dalam kubah di dasar lautan itu?”tanya Nabi Sulaiman ingin mengetahui lebih lanjut.”Di dalam kubah itu sendiri, aku tidak tahu di mana berada. Di langitkah atau di udara, tetapi Allah tetap memberi rezeki kepadaku ketika aku tinggal di dalam kubah.” “Bagaimana Allah memberi makan kepadamu?” Tanya Nabi Sulaiman a.s . “Jika aku merasa lapar, Allah menciptakan pohon di dalam kubah, dan buahnya yang aku makan. Jika aku merasa haus maka keluarlah air yang teramat bersih, lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu.” Jawab pemuda itu. “Bagaimana engkau mengetahui perbedaan siang dan malam?” tanya nabi Sulaiman a.s yang merasa semakin takjub “Bila telah terbit fajar, maka kubah itu menjadi putih, dari situ aku mengetahui kalau hari itu sudah siang. Bila matahari terbenam kubah akan menjadi gelap dan aku mengetahui hari sudah malam.” Tuturnya.. Selesai menceritakan kisahnya, pemuda itu lalu berdoa kepada Allah, maka pintu kubah itu tertutup kembali, dan pemuda itu tetap tinggal di dalamnya. Itulah karomah bagi seorang pemuda yang berbakti kepada kedua orang tuanya..

Begitulah kurang lebih tulisan sederhana ini, bahwa “Surga itu di bawah telapak kaki Ibu”, berbuat baik dan berbakti kepada Sang Ibu adalah sarana untuk mengantar seseorang masuk ke surga... “Rugi, rugi, dan rugi (menyesal)”. Ditanyakan: ”Siapakah dia ya Rasulullah?”, Beliau menjawab: “Dialah orang yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah satunya dalam keadaan sudah berusia lanjut dan renta, namun dia tidak tidak berbakti. Maka dia tidak masuk surga”.(HR. Muslim)... Semoga kita menjadi anak-anaknya yang bisa membahagiakan Sang Ibu kita, setidaknya membuat mereka tersenyum dengan adanya kita, biarpun kita sangat tidak layak untuk mendapatkan kebaikan yang utama karenanya, namun kita bergegas untuk menyambut kebaikan dengan berbuat baik kepadanya... Semoga, Allah merahmatinya, sebagaimana Ia merahamatiku, semasa kecil.....

Duhai Ibu...
Permata indah yang berkilauan...
Engkau adalah sebaik-baik Insan pilihan....
Di kakimu surga dijejakkan..
pada Keridhaanmu Tuhan mendengarkan...

Engkau adalah sebaik-baik Insan pilihan...
Engkau cahaya yang menerangi setiap belaian nafas dan kehidupan anakmu...
dari dulu hingga kini, dari buaian hingga hari ini....
Semoga Engkau menjadi Insan Pilihan....
Engkaulah permataku, engkaulah kemilau cahayaNYA.....

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Get this widget

Posting Komentar

Silahkan Dikomentari....